Skip to content

PT. Enseval Medika Prima

Terapi Erythropoietin (EPO) Pada Tata Laksana Anemia Penyakit Ginjal Kronik

Ginjal merupakan organ tubuh yang berfungsi untuk mengatur keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa dalam tubuh serta memiliki fungsi hormonal contohnya pengaturan tekanan darah oleh renin dan eritropoesis atau keseimbangan oksigen oleh eritropoetin. Anemia pada pasien dengan penyakit ginjal kronik disebabkan oleh beberapa faktor. Penyebab primernya adalah defisiensi hormon eritropoetin. Sedangkan penyebab sekundernya antara lain adalah defisiensi nutrisi (besi, asam folat, dan vitamin B12), peradangan, dan terganggunya kerja sumsum tulang. Selain itu, anemia pada pasien penyakit ginjal kronik dapat menyebabkan beberapa hal yang merugikan bagi pasien antara lain meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler.

Anemia menyebabkan tubuh kekurangan oksigen karena sel darah merahnya sedikit. Sehingga respon tubuh adalah jantung lebih keras bekerja. Ini bisa menyebabkan pembesaran otot di jantung dan mengarah ke gagal jantung.

Selain masalah sel darah merah, anemia pada pasien gagal ginjal umumnya juga dipicu defisiensi zat besi. Defisiensi besi berkaitan dengan rendahnya kadar hemoglobin (Hb), protein kaya zat besi di dalam sel darah merah. Defisiensi zat besi terjadi karena berbagai faktor, mulai dari kurangnya asupan besi dari makanan sehari-hari, hingga proses cuci darah atau hemodialisis (HD) yang juga membuang zat besi. Penanganan anemia pada pasien gagal ginjal dilakukan melalui beberapa tindakan terapi. Di antaranya yaitu terapi besi, terapi eritropoetin, serta terapi penunjang lainnya yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pasien. Memberikan terapi besi jika memang ditemukan adanya defisiensi besi. Terapi ini terbagi dua, kita bisa berikan secara parenteral yang memang sudah terbukti lebih efektif, diberikan per infus ataupun oral melalui tablet besi.

Tujuan tata laksana anemia pada penyakit ginjal kronik adalah meningkatkan hemoglobin (Hb) sehingga menurunkan kebutuhan transfusi darah, menghilangkan gejala yang ditimbulkan dari anemia, mencegah komplikasi kardiovaskuler, menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat anemia, dan meningkatkan kualitas hidup. Target HB dalam fase terapi ini yaitu 10 g/dl (gram per deciliter). Jika sudah mencapai itu, maka barulah dilanjutkan dengan terapi fase kedua, yaitu pemberian eritropoietin melalui suntikan atau metode lainnya. Kadar besi harus tercukupi lebih dulu sebelum pemberian eritropoietin. Jika tidak, maka pemberian eritpoietin tidak akan memberikan hasil yang diharapkan. Adapun target Hb setelah terapi besi dan eritropoietin yaitu berkisar di angka 10-12 g/dl. Pasien yang mendapatkan perhatian pada terapi endogenous erythropoietin (EPO) adalah pasien dengan hipertensi tak terkendali (sistolik = 180 mmHg, diastolik = 110 mmHg), hiperkoagulasi, dan beban cairan berlebih.

Terapi besi hingga eritropoietin adalah upaya menaikkan kadar Hb hingga produksi sel darah merah kembali membaik, tanpa harus melalui prosedur transfusi darah. Dalam dunia medis, transfusi darah adalah jalan terakhir. Prosedur ini sedapat mungkin harus dihindari karena memiliki banyak dampak buruk bagi pasien.

Ref:

Sun, P., et al. (2021). Epidemiologuc and Genetic Associations of Erythropoietin with Blood Pressure, Hypertension, and Coronary Artery Disease. Hypertension, 78, pp. 1555-1266

RMS